Oleh: Moh. Sahawi*
Seiring perkembangan dan kemajuan zaman yang semakin menunjukkan rusaknya kualitas lingkungan hidup masyarakat, akibat rendahnya kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan hidup yang sehat. Kemudian dalam situasi tersebut, dimanakah para aktivis yang katanya memiliki intelektual tinggi dan kemapanan teoritis?, kok sepertinya tidak menunjukkan perhatian apa-apa. Dulu saat kondisi lingkungan masih alami dan asri, masyarakat bisa menikmati dan memanfaatkan air sungai secara langsung serta memanfaatkan ikan-ikan sebagai pelengkap kebutuhan lauk di dapur, tapi situasi itu sudah tidak lagi terjadi.
Kesadaran masyarakat terkait kesehatan lingkungan semakin menurun dan banyak dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan buruk yang justeru mengancam keberlangsungan ekosistem lingkungan hidup. Tindakan kongkritnya berupa kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai bahkan hampir semua limbah dan sampah rumah tangga juga dibuang ke sungai.
Maka dari itu, kita sebagai mahasiswa yang selalu dieluh-eluhkan sebagai agent of social control kira-kira bagaimana pikiran kita?, apa rencana selanjutnya?, dimana kepedulian kita terhadap perbaikan lingkungan?, dimana bukti militansi kita terhadap kondisi lingkungan sudah sedemikian ini?, semakin hari kondisi keasrian lingkungan semakin buruk, apakah ini dianggap kejadian yang biasa?, padahal kalau kita telaah bersama nilai Hablum minal’ alam adalah satu prinsip dasar yang harus mendapat perhatian besar dari setiap manusia (khalifah), terlebih oleh para aktivis dan mahasiswa pergerakan yang sudah memiliki tingkat pengatahuan dan kesadaran yang lebih terbuka.
Di tengah kebiasaan sosial yang cenderung abai terhadap keasrian lingkungan, sebenarnya sudah banyak masyarakat yang mulai sadar bahwa mereka tengah mengotori dan merusak lingkungan tempat mereka tinggal, sebagian dari masyarakat sudah mulai tumbuh keinginan untuk menciptakan lagi lingkungan yang asri dan sehat. Tapi mereka belum tergerak untuk melakukan menjadi aksi nyata dalam kehidupan, bahkan sebagian masyarakat beranggapan bahwa kalau mengurusi sampah, seperti tidak ada kerjaan lain.
Terkadang juga masyarakat masih beranggapan bahwa semua persoalan masyarakat merupakan tanggung jawab aparatur desa sebagai pemerintah dan pimpinan desa, bahkan untuk urusan kebersihan dan kesehatan lingkungan yang sangat dekat dengan masyarakat juga dilimpahkan kepada aparatur desa, tampa menyadari bahwa itu merupakan tugas bersama yang juga harus diinisiasi bersama dengan seluruh masyarakat dan pemerintah desa setempat.
Berangkat dari situasi tersebut, kemudian kami selaku aktivis pergerakan dan aktivis pecinta lingkungan berinisiatif untuk mewujudkan gerakan perubahan demi terciptanya lingkungan yang asri, terutama di Desa Gaduh Barat dan juga Desa Ketawang Karay Kecamatan Ganding Sumenep. Pertama kami lakukan dengan membentuk organisasi bernama; Aliansi Pecinta Lingkungan Asri, Sehat, dan Indah—Aliansi Santri Raudlatul Iman (APLIKASI ASRI), yang secara khusus organisasi tersebut bergerak di sektor ekologi, termasuk pelestarian lingkungan, penciptaan lingkungan bersih, sehat dan asri. Gerakan pertama dimulai dari sekitar lingkungan kampus Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman (STIDAR) yang terletak di Desa Gadu Barat Ganding Sumenep.
Organisasi Aplikasi Asri tidak hanya digerakkan oleh sahabat-sahabat aktivis lingkungan, para santri dan mahasiswa, tapi juga dimotori langsung oleh K. Sahli Hamid, selaku Ketua Yayasan Pondok Pesantren Raudhatul Iman, dan dalam struktur organisasi tersebut beliau sebagai Pembina organisasi. Selain terlibat langsung secara struktural, K. sahli Hamid juga terjung langsung dalam setiap kegiatan bakti sosial oranisasi, di internal organisasi beliau dikenal dengan julukan Gus Sampah.
Aplikasi Asri merupakan organisasi yang memiliki misi besar untuk merekonstruksi cara berpikir masyarakat dalam memahami kasus-kasus lingkungan serta membangun kesadaran baru terkait pentingnya merawat kelestarian lingkungan demi keberlangsungan hidup masyarakat yang lebih sehat. Harapannya juga, nanti seluruh masyarakat khususnya Desa Gadu barat dan Desa Ketawang Karay dapat merasakan keasrian alam dan kenyamanan lingkungan hidup yang diperjuangkan bersama. Setelah melewati fase dengan kualitas lingkungan yang buruk, Alhamdulillah saat ini sungai sudah kembali asri, Sungai Kotak yang menjadi pembatas antara Desa Gadu Barat dengan Ketawang Karay sudah kembali bersih dan terawat. Sehingga sekarang masyarakat (terutama yang tinggal di pinggir sungai) merasa sungkan/malu untuk mengotori sungai dan tidak lagi membuang sampah ke sungai.
Moh. Sahawi : Mahasiswa semester 3 Prodi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) STIDAR & Aktivis PMII Rayon Asy’Ariyah Sumenep