Memahami Ilmu “Andhap Ashor”
MEMAHAMI ILMU ANDHAP ASHOR
Oleh : Muhammad Sahli
Andhap ashor atau tatakerama adalah istilah yang sering dilekatkan dengan akhlaqul karimah yang oleh orang Madura disebut Elmo Tengka dan orang pesantren menggunakan istilah tawadhu’ atau janahaddzulli (rendah punggung) merupakan ajaran yang terus ditanamkan kepada generasi agar mereka tetap menjaga kearifan lokal sebagai warisan para leluhur, sehingga kehidupan tetap berjalan tertib dan menaati norma yang disepakati bersama.
Andhap Asor tentu menyangkut sikap, tingkah laku dan ucapan yang mengacu pada ketentuan agama dan budaya ma’ruf yang berlaku di suatu daerah tidak hanya menyangkut hubungan dengan manusia, tetapi juga dengan Tuhan dan alam semesta (horizontal-vertikal-diagonal). Dalam hubungannya dengan Allah, kita diwajibkan sesegera mungkin menyambut bahagia perintahnya seperti panggilan shalat, tidak tiduran saat adzan, tidak merokok atau main hp saat di Masjid atau pada waktu adzan berkumandang, melakukan puasa dengan penuh ikhlas, membaca Al-Qur’an dengan penuh penghayatan, makan atau minum dengan duduk serta menghabiskan sisa makanan sampai tuntas dan lain-lain.
Secara horizontal, interaksi yang muda dengan yang lebih tua mengikuti tatacara yang sudah lazim dilakukan seperti pada saat hari raya yang muda mengunjungi yang lebih sepuh, relasi ponakan dan paman atau bibi, anak dengan orang tua, murid ke guru dan adik mengunjungi kakak. Tetapi dalam arus informasi dan globalisasi ini, kenyataan itu sudah sulit kita temukan. Dengan alasan kemudahan, saat ini cukup minta maaf di whatshaap atau fb, messenger, telegram dan lain-lain. Padahal orang tua dulu sangat teguh memegang tradisi ini dengan mengajak putera-puterinya keliling ke famili terdekat dan terjauh seraya nyekar di makam leluhur dan mengutamakan sowan (nyabis) kepada guru-guru.
Demikian juga bagaimana kita memperlakukan tamu atau saat kita bertamu, tentu memiliki etika dan adab yang menjadi panduan bersama. Sering kita mendapatkan ketika menerima tamu, tuan rumah justeru membicarakan hal-hal atau tema yang keluar dari semangat silaturrahim atau bahkan menyinggung perasaannya, pun si tamu lebih asyik dengan androidnya daripada menikmati kehangatan kue silaturrahim. Dalam sebuah hadits kita dianjurkan mendoakan tuan rumah :
اَللّهُـمَّ اغْـفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ
“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim).
Dalam sebuah ungkapan “Indahnya menjadi tuan rumah yang ramah, nyamannya menjadi tamu yang sopan dan santun”
Selain itu, kita diajarkan bagaimana menghargai orang-orang yang telah berjasa dalam hidup kita. Orang tua saya mendidik agar tidak lupa jasa orang yang mengasuh waktu kecil dan orang yang mengawinkan kita, tidak pelit meminta maaf atau sekedarkan mengucapkan terima kasih. Ini soal-soal kecil yang sering terlewatkan dan tertimbun oleh gundukan kesibukan ataupun keegoan masing-masing.
Belum lagi soal relasi diagonal dengan lingkungan yang menuntut kita apresiatif dan peduli pada alam di sekitar kita seperti bunga di halaman, burung piaraan, kerapian kamar dll.
Memang Elmo Tengka tidak mudah, harus banyak belajar dari situasi dan kondisi seraya merenungkan setiap peristiwa yang terjadi. Satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa antara kita dengan lingkungan ada hubungan simbiosis mutualis yang saling melengkapi dan menghargai. Intinya bahwa agama adalah soal ANDHAP ASHOR seluruhnya yang mengatur kita mulai membuka mata sampai menutup kembali.
Lebaran Kelima, 17 Mei 2021