Puisi Lailul Ilham
Musabab Angin
; untuk yang menari(k)
siang itu, matahari memerah
tanah mulai berdebu, lumut-lumut terapung di muka sungai
angin bertiup kencang ke utara
tepat ke arah aliran sungai bermuara
lalu menyelinap ke halaman—ke rumah mursyid di lembah manai
angin dan debu berputar menjadi badai
badai menjadi waktu, dan waktu adalah kamu
amboy.. kamu menari sepanjang hari
tanganmu melambai menyapu alam, menunjuk menusuk langit
sungai mengalir di tubuhnya,
menggenang di matamu,
dan menenggelamkanku.
Yogyakarta, 2014
Untuk-mu
; Hari Buruh Nasional
jika setiap pertemuan mesti berjanji
maka puisiku adalah janji itu sendiri
betapa kita sangat dekat
hanya berjarak satu puisi
namun, ada saja alasanmu tak menemui.
Yogyakarta, 2014
Pulau Garam
Di keabadian tanah dan tandusnya
Tubuh-tubuh kerontang membatu dimakan waktu
Angin laut berhembus kabarkan kematian
Tapi tangannya terus mengepal, mengibar layar keabadian
Seperti lentera, matanya menyala menyusuri aksara
Bibirnya riuh merapal mantra dan nama-nama
Hatinya yang jujur,
Sejujur air ceritakan pasir dibawahnya.
Dialah si anak garam
Debur rindu yang terus mengeram
Takdirmu menjadi pulau garam
Dermaga para pujangga melabuhkan kerinduan.
Yogyakarta, 2015
*Lailul Ilham adalah dosen STIDAR yang mengenyam pendidikan di UIN Sunan Kalijaga dan mulanya aktif berkegiatan di Teater ESKA Yogyakarta.