Satu Barokah Seribu Pengabdian

 

“MEREKA yang tidak merasakan tidak akan paham, dan yang tidak mengalami tidak akan mengerti”, sebuah prinsip yang dipegang erat oleh salah seorang santri di sebuah pondok ternama di desanya. Sebagai seorang santri yang sudah lama mondok yaitu sekitar sepuluh tahun, ia sudah mengabdi sejak dari kelas II SMA dan sekarang sedang studi lanjut di jengjang perkuliahan serta sudah tahap pembuatan tugas akhir. Dalam pengabdian ia mengemban tugas di bidang peternakan kambing dan pekerjaan sehari-hari mencarikan pakan kambing-kambing tersebut dan sewaktu-waktu juga membersihkan kandangnya.

 

Selain bertugas di peternakan kambing, ia juga mempunyai tanggung jawab lain yaitu menyiapkan kayu bakar untuk kebutuhan santri putri ketika hendak memasak di dapur. Kemudian beberapa tugas sampingan lainnya seperti membantu pekerjaan-pekerjaan di bidang pertanian dan berbagai kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di lingkungan pondok pesantren.

 

Seakan-akan semua tugas ia emban. Dan pengabdiannya tidak hanya di bagian pekerjaan kasar, sebab di pondok ia juga menjadi seorang ustadz, lebih tepatnya di bidang bendahara yang mengurus keuangan pondok serta secara umum juga mengurus para santri-santri. Sebagai seorang ustadz yang sudah lama mondok, ia juga diberi tanggung jawab mengajar di Madrasah Diniyah (Madin) kelas tiga, selain di Madin ia juga mendapatkan tugas mengajar SMK di pondoknya.

 

Antara sabar dan sadar akan tanggung jawab yang diemban, ia menjalaninya dengan penuh keikhlasan demi barokah yang diinginkan. Jika ingin membahas tentang barokah, barokah adalah berkembang, yaitu bertambahnya kebaikan pada sesuatu yang sudah baik. Sesuatu yang sedikit bisa berisi kebaikan yang lebih banyak. Mengerjakan sedikit sesuatu tapi efek kebaikannya besar. Semua ilmu itu bermanfaat, entah ilmu (tentang/urusan) dunia maupun akhirat, dan semua tergantung pada pemiliknya serta bagaimana ia membawa dan mempergunakan ilmu tersebut. Artinya, meskipun seseorang memiliki ilmu setinggi gunung, namun ia salah mempergunakan ilmunya maka semuanya akan sia-sia dan tidak barokah. Sedangkan ilmu yang sedikit tapi diamalkan dengan baik dan hanya mengharapkan ridho Allah, maka itu akan bermanfaat dan barokah.

 

Banyak cerita-cerita alumni pondok yang dapat diambil pelajarannya, ada yang saat mondok hidup mereka seakan sengsara karena tidak tahu apa-apa, tapi endingnya bahagia lantaran ketika pulang memperoleh barokah. Sebaliknya, ada yang saat mondok hidupnya serba ada,  entah secara materi ataupun ilmu, tapi malah sengsara ketika pulang lantaran tidak mendapatkan barokah. Pernah ada cerita seorang ustadz yang sangat masyhur akan ilmunya tapi ia sombong terhadap ilmu yang dimiliki sehingga banyak santri yang tidak menyukainya. Kehidupannya di pondok seakan sangat menjanjikan kesuksesan tapi ketika ia keluar dari pondok dan pulang ke rumahnya, ternyata ia menjadi pecandu sekaligus pengedar narkoba dan pemain judi.

 

Kemudian cerita lain dari seorang santri yang pernah mengabdi dan bertugas menjadi pengembala ternak pondok, setiap hari kegiatannya mencari pakan untuk ternak sapi dan kambing yang dipasrahkan kepadanya. Dalam keseharian santri tersebut termasuk santri yang tidak memiliki kelebihan di bidangan keilmuan atau bahkan dikenal sebagai santri bodoh. Tapi siapa sangka setelah berhenti mondok dan menetap di rumahnya, ia mendapat kepercayaan dari masyarakat sekitar untuk membangun Mushallah dan ia dijadikan guru  kemudian banyak santri yang datang untuk mengaji. Dari dua kisah di atas dapat diambil pelajaran bahwasanya tidak ada yang mengetahui secara pasti tentang barokah dan mungkin barokah tidak akan terasa ketika kita masih di pondok, namun akan sangat terasa jelas ketika sudah berhenti dari pondok dan kembali ke masyarakat.

 

Pernah ada seorang pengabdi yang diberikan pelajaran tentang barokah oleh salah satu pengasuh di pondoknya, dawuhnya: “ilmu itu  didapat karena dicari dan barokah didapat karena mengabdi, sedangkan kemamfaatan didapat karena mentaati”. Jadi dapat kita ambil pelajaran bahwa barokah bukan hanya didapat karena bekerja tapi juga dengan belajar, jika diniatkan mengabdi dan dalam keadaan mentaati, maka bisa jadi ilmu yang didapat akan barokah dan bermamfaat. Bahkan sebaliknya, bisa jadi walaupun kita sudah bekerja untuk mengabdi tapi tidak mentaati maka kemungkinannya akan sia-sia.

 

Bukannya maksud untuk lalai terhadap sebagian tanggung jawab, tapi karena banyak kewajiban yang harus diselesaikan secara bergantian. Dalam beberapa keadaan ia harus menambah waktu istirahatnya karena terlalu banyak kewajiban yang telah dikerjakan. Dari itu terkadang ada sebagian santri yang tidak mengetahui tugas-tugas hariannya kemudian melemparkan obrolan yang tidak nyaman. Namun ia tidak marah karena ia sadar bahwa mereka tidak tahu bahwa yang mereka cari adalah sama yaitu barokah. Namun terkadang santri salah kaprah dalam mencari barokah, mereka belum sadar bahwa bukan hanya satu pengabdian yang menghasilkan barokah, melainkan satu barokah menghasilkan seribu pengabdian.

 

*Jailani, Mahasiswa Prodi BKI Semester VIII Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman (STIDAR) Sumenep dan mengabdi di Pondok Pesantren Sabilun Najah Banasareh Rubaru Sumenep.

Bagikan ke :