Oleh : Muhammad Sahli
Ilustrasi Foto : KH. Hamdi Hamid saat mengimami shalat Isya’ di Mina
Idul Adha atau Hari Raya Qurban merupakan peristiwa besar dalam khazanah sejarah Islam. Seorang Nabi Ibrahim AS yang memiliki kekuatan himmah dan keluasan jiwa mampu “menyembelih” egonya sendiri demi kemulyaan Rabb-Nya. Ini yang kemudian melekat dan disematkan predikat “Kholilullah” atau kekasih Allah atau pilihan Allah, sebuah predikat yang tentu hanya untuknya dan kemudian peristiwa itu diabadikan dalam monumen sejarah Idul Adha yang menjadi klimak dari pelaksanaan ibadah haji yang diperingati umat Islam seluruh dunia.
Perlu diketahui bahwa Nabi Ibrahim AS adalah Nabi keenam yang mempunyai isteri bernama Siti Sarah yang berparas cantik, bahkan konon ia merupakan orang kedua yang memiliki kecantikan setelah Siti Hawa. Dia tergolong wanitia setia yang terus mendampingi suaminya kemanapun pergi, termasuk ketika Nabi Ibrahim hijrah dari Babilonia menuju Mesir, karena dakwahnya ditentang masyarakatnya.
Di saat usia Siti Sarah semakin tua dan belum dikaruinia keturunan, ia kemudian meminta Nabi Ibrahim AS agar menikahi Siti Hajar wanita Kan’an yang merupakan bekas budak yang pernah membantunya. Karena pribadi Siti Hajar yang penyabar, taat beribadah dan cantik, diam-diam Siti Sarah juga mengaguminya, walaupun dia merasa cemburu kepada isteri muda suaminya.
Menengok ke belakang, bahwa betapa berat beban psikologis Nabi Ibrahim, ketika harus meninggalkan isterinya tercinta dan puteranya Nabi Ismail AS di sebuah tanah gersang dikelilingi bebatuan bernama “Makkah”. Karena perintah Allah SWT, tugas itupun disambutnya dengan penuh kegembiraan. Seorang isteri dan anak yang masih kecil, di tempat itu tidak ada seorangpun yang tinggal. Tapi Allah melindunginya dengan keberkahan dan rahmat-Nya.
Di saat, Siti Hajar kebingungan membutuhkan air dan berlari-lari antara Shafa dan Marwa yang kemudian diabadikan menjadi peristiwa ibadah Sa’iy, tiba-tiba dari kaki puteranya memancar mata air yang belakangan dikenal dengan air Zamzam. Sejak saat itu, tanah tandus dan panas itu mulai ramai dikunjungi orang dari berbagai penjuru.
Perintah yang tak kalah beratnya adalah ketika Nabi Ibrahim mendapat tugas untuk menyembelih putera kesayangannya yang diharapkan dapat meneruskan perjuangannya harus ia lakukan demi memenggal nafsunya sendiri untuk keagungan Tuhannya.
Suatu ketika Nabi Ibrahim AS, pernah bersumpah “Jangankan hanya berkurban 1000 unta, anak sekalipun akan saya kurban.” Kemudian Allah SWT mengingatkannya dalam mimpi sebanyak tiga kali, yang kemudiaan diabadikan dalam Surat As-Shaffat ayat 104-110 :
وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ
Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim!
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
“Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ – ١٠٦
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.”
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ – ١٠٧
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ – ١٠٨
“Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian”
سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ – ١٠٩
”Selamat sejahtera bagi Ibrahim.”
كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ – ١١٠
“Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Dan ternyata kesalehan ayah dan ibunya berpengaruh kepada puteranya Nabi Ismail AS yang terekam dalam surat As-Shaffat ayat 101-102 :
فَبَشَّرۡنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيۡمٍ
“Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).”
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعۡىَ قَالَ يٰبُنَىَّ اِنِّىۡۤ اَرٰى فِى الۡمَنَامِ اَنِّىۡۤ اَذۡبَحُكَ فَانْظُرۡ مَاذَا تَرٰىؕ قَالَ يٰۤاَبَتِ افۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُ سَتَجِدُنِىۡۤ اِنۡ شَآءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيۡنَ
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Sungguh suatu pemandangan yang mengharukan sekaligus mengajari kita tentang makna sebuah ketulusan, kekuatan, kesabaran dan pengorbanan yang mendalam. Betapa semestinya ego duniawi harus dikalahkan dengan kecintaan yang sebenar-benarnya tanpa syarat dan alasan apapun demi sebuah kebahagiaan abadi.
Keluarga Nabi Ibrahim AS seharusnya menjadi contoh dan pijakan pengabdian, bahwa kemuliaan mesti berbanding lurus dengan ujian yang diberikan. Allahumma ij’alna min asshabiriiin. Amin.
Fajar Idul Adha :
10 Dzul-Hijjah 1443 H
10 Juli 2022 M