Tahun Baru Hijriah dan Napak Tilas Kemerdekaan, Menelaah Langkah Sebagai Momentum Kebangkitan
Saat ini kita memasuki tahun baru Hijriah 1444 H, artinya sekitar seribu empat ratus tahun yang lalu, Rasulullah SAW dan sahabatnya melakukan perjalanan dari Makkah ke Madinah untuk memulai babak baru kehidupan yang penuh makna dalam rangka perjuangan Islam yang lebih maju dan bermartabat.
Ketika Makkah tidak lagi menjadi tempat yang kondusif untuk menata masyarakat, kemudian Rasulullah diperintah untuk melakukan hijrah meninggalkan tanah kelahirannya ke sebuah daerah yang kelak akan menjadi pusat peradaban dunia.
Tahun baru Islam tidak lepas dari inisiatif Sayyidina Umar bin Khattab yang menetapkan awal kalender hijriyah pada 1 Muharram yang bertepatan dengan momen bersejarah bagi umat Islam yaitu hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah pada 622 Masehi atau 1.444 tahun lalu. Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan yang disucikan dalam Islam.
Sejak peristiwa itu, Rasulullah SAW kemudian bermasyarakat di tempat barunya hidup berdampingan dengan saling melengkapi satu sama lain. Mereka menjalani pergaulan dengan penuh tanggung jawab, kerjasama, saling menghormati mewujudkan peradaban yang didasari nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan.
Dengan keagungan akhlaknya, Rasulullah SAW mampu menyatukan seluruh kekuatan dan gairah kebersamaan dari setiap potensi yang ada dalam masyarakat untuk membangun sebuah tatanan yang saling menghargai, saling mendukung, saling menguatkan satu sama lain.
Demikian pula, bulan ini atau lebih tepatnya hari ini kita sedang memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 yang secara spirit merupakan semangat hijrah juga. Titik balik 1945 dan sebelumnya merupakan sejarah paling bermakna dalam rangka keluar dari tekanan kaum penjajah. Sama halnya Nabi SAW, hijrah ke Madinah untuk membebaskan diri tekanan kaum kafir Quraisy Makkah untuk kemudian mandiri dan berdaulat sebagai sebuah bangsa.
Masa penjajahan, para kiai dan kaum pesantren mencoba hijrah ke pelosok terpencil untuk mengatur strategi mengusir penjajah dalam rangka mewujudkan negara dan bangsa yang mandiri dan berdaulat. Masa-masa itu merupakan masa yang sulit, karena mereka tidak leluasa melakukan kegiatan. Bahkan mereka selalu diawasi dan dimata-matai. Setiap kegiatan pasti dicurigai, hak-haknya terampas dan dikucilkan.
17 Agustus 1945 sebagai puncak perjuangan, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan sebagai wujud bangsa yang tidak lagi bisa didikte oleh bangsa lain. Sejak saat itulah, bangsa Indonesia yang juga terdiri dari kaum pesantren memiliki kedaulatan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Sebagai telaah bersama, sudahkah kita hijrah dalam arti yang sesungguhnya? Apakah kita sudah merdeka dalam makna yang sebenarnya? Atau jangan-jangan kita selalu berdiam diri dalam sebuah pusaran tanpa ada pergerakan. Selebihnya kita juga terkekang oleh himpitan-himpitan tak berkesudahan yang kita ciptakan sendiri.
Maka selama kurun waktu 1400 dan 75 tahun, bukan berarti tanpa persoalan yang kemudian menghambat perjalanan kemajuan. Untuk itu, maka seharusnya semangat hijrah dan kemerdekaan ini menjadi momentum untuk bangkit dari berbagai persoalan yang mendera. Melangkah menatap masa depan yang penuh gairah untuk kemaslahatan bersama.
17 Agustus 2022
Muhammad Sahli