Belajar Membangun Peradaban Versi Asoka
Oleh : Muhammad Sahli
Kehadiran Islam yang dibawa Baginda Rasulullah SAW adalah untuk mengangkat harkat dan derajat manusia dari kondisi kegelapan jahiliyah menuju tangga peradaban yang dipenuhi cahaya dengan saling menghormati, menyayangi satu sama lain. Potret masyarakat sebelum hadirnya Islam menunjukkan identitas kelompok yang berlebihan serta tidak menempatkan manusia pada posisi yang semestinya. Sehingga siapa yang berkuasa dan kuat, merekalah yang akan menguasai dan melemahkan yang lain. Bahkan tidak jarang dari mereka merasa lebih baik dari yang lain.
Setelah kehadiran Islam yang ditawarkan Nabi Muhammad SAW, lambat laun kebersamaan mulai tampak dan dipersatukan oleh sebuah spirit bersama tentang nilai-nilai iman dan kekuatan tujuan untuk mencapai kemajuan yang diinginkan. Tentu hal tersebut memiliki sebuah alasan dan landasan yang kuat tentang figur Nabi SAW yang menjadi contoh dalam kehidupan mereka, yakni budi luhur yang mampu membuat simpati masing-masing kelompok. Terlebih setelah Nabi SAW hijrah ke Yatsrib yang kelak dikenal dengan Madinah. Dari tempat barunya itu, Rasulullah SAW perlahan tapi pasti mampu menyatukan kekuatan dan berhasil menyuguhkan warna dan cita rasa berbeda, baik dari adab, politik, ekonomi, budaya, keseimbangan hak dan kewajiban dll.
Madinah di samping sebagai nama tempat, tetapi juga bermakna masyarakat yang maju (berperadaban) atau civil society (masyarakat sipil) atau masyarakat madani. Dalam pengertian yang mudah difahami, masyarakat madani adalah masyarakat yang memiliki adab dalam membangun, memaknai, dan menjalani kehidupannya. Dengan kata lain, masyarakat madani adalah masyarakat yang memiliki budaya tinggi.
Sejenak mencermati geliat peradaban yang dilakukan kaum muda yang terdiri dari mahasiswa dan santri di Raudlatul Iman, mereka mempunyai semangat dan tanggungjawab sosial yang perlu dikawal dan terus diberdayakan, sehingga mereka mampu melewati masa-masa sulit dan mampu menatap masa depannya dengan cerah. Kepercayaan diri mereka harus dibangun melalui kesadaran bersama dari para tokoh dan pemangku moral (baca: kiai) agar terbentuk karakter yang baik dengan memberikan contoh yang mampu menginspirasi mereka dalam menjalani hidupnya.
Dalam konteks ini, Stasiun Sosial Asoka diproyeksikan sebagai peradaban mini (mini civilization) yang bisa menyentuh dan menggugah untuk membangun peradaban besar (great civilization) yang kongkrit dan bisa dirasakan oleh masyarakat. Maka sangat relevan jika kaum muda, termasuk peran kaum perempuan yang memiliki komitmen dan ghiroh untuk berkembang dirangkul dan dilibatkan melalui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Asoka seperti literasi, gerakan ekologis, kajian budaya, enterpreneur, dan sentuhan moral keagamaan.
Karena menurut hemat penulis, bahwa watak dan ciri khas peradaban yang maju ditandai dengan :
1. Menjunjung adab dan norma agama yang berlaku
2. Memiliki kepedulian sosial dan lingkungan sekitar
3. Menghormati budaya dan kearifan lokal
4. Mempunyai kemandirian secara ekonomi
5. Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
6. Mengembangkan budaya literasi
Dengan enam ciri khas di atas, apabila ini sukses dijalankan dan diperankan dengan baik, maka dari terminal peradaban Asoka akan muncul poros kekuatan yang mencengangkan dan akan mampu menginspirasi banyak orang ataupun komunitas. Ini sesungguhnya peradaban yang akan dibangun di Asoka dengan terus belajar dan mengambil manfaat serta ibroh dari banyak peristiwa.
Poros Peradaban Asoka, 24 Pebruari 2023