Salahsatu kebiasaan Kiai Sahli Hamid, Ketua Yayasan Raudlatul Iman adalah menulis puisi dan membacakannya pada even-even yang sesuai dengan temanya.
Kali ini di acara Resepsi Resepsi Ramah Lingkungan dalam rangka Isra’ Mi’raj dan Hari Sampah Nasional, beliau membacakan puisinya berjudul “Sudahkan Engkau Bertanya” di hadapan tamu undangan yang hadir, Jumat 14 Februari 2023.
Berikut puisi beliau yang cukup menggugah hati :
SUDAHKAH ENGKAU BERTANYA
Sudahkan engkau bertanya tentang burung-burung yang tiba-tiba menghilang dari atap-atap rumah
Dari ranting-ranting pepohonan
Tak terlihat lagi sangkarnya
Tak terdengar lagi celotehnya
Apakah ia telah musnah karena ditembaki atau diusir dari habitatnya
Sudahkah engkau bertanya
Kemana air jernih yang dulu bernyanyi menghiasi malam-malam sepi
Apakah karena pohon-pohon kita musnahkan
Hutan-hutan kita tebangi
Bukit-bukit kita gunduli sampai matahari tak mampu bernafas mendegupkan jantung pagi
Sudahkah engkau bertanya
Di manakah batu-batu yang dulu tempat melepas lelah sehabis bekerja mencari nafkah
Mungkin ia telah digali ditambangi untuk membuat gedung, rumah, bangunan tembok beton keangkuhan
Hanya tanah becek yang sesekali tergerus erosi saat musim hujan
Sudahkah engkau bertanya
Sawah kita yang subur ditumbuhi daun-daun harapan
Tempat menyemai benih-benih masa depan
Tempat mengembala hewan piaraan
Yang kusaksikan kini hanya rerumputan kering disengat kesepian
Sudahkah engkau bertanya
Bagaimana senyum perawan yang teramat menawan
Tak kusangka wajahnya dihiasi senyum kegetiran
Nasibnya disudutkan ke gang-gang penderitaan
Lantaran bunga-bunga di setiap pematang berganti kedengkian
Sudahkah engkau renungkan
Mengapa anak-anak tiba-tiba mudah terluka
Tak terbetik untuk bermain di saat hujan
Bercanda di atas hamparan batu dengan kateppel kesayangan
Karena mainannya saat ini berganti game di hp androidnya
Mereka hanya bermalas-malasan
Menikmati aneka aplikasi menggiurkan
Sudahkah engkau pikirkan
Apa sebabnya sampah-sampah berserakan di jalanan
Plastik dan benda-benda rongsokan bertebaran
Menambah daftar beban bumi yang dihimpit kecongkakan
Daun-daun pisang yang dulu jadi bungkus makanan terdesak keserakahan
Bolehkah aku bertanya
Tentang kaum tua muda yang dulu berdandan seadanya tapi tampil bersahaja
Lalu kini bersolek tak karuan
Uang belanja habis untuk bedak, paket internet
Namun tetap saja tak mampu mengangkat derajat hidupnya
Pernahkah engkau camkan dan perhatikan
Mengapa unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung-gunung dijulangkan dan bumi dihamparkan
Dengan tanpa beban kita seakan-akan tak pernah kehilangan
Fadzakkir…innama anta mudzakkir…lasta alaihim bimushoitir…
Sudahkah engkau bertanya
Mengapa laut tiba-tiba lelah
Sungai-sungai kehilangan ikan manja
Sekolah, kantor, kampus, masjid, pasar, terminal, swalayan, pesantren bahkan baitullah, madinah kehabisan gairah
Kepada siapa aku bertanya
Ketika kaum ibu sudah mulai enggan dengan kehamilan
Cukup dua anak ikut keluarga berencana
Siapa yang pantas ditanya
Saat anak-anak mulai bosan mengaji di musholla
Hanya lampu yang menyala
Masjid megah tinggal ornamennya
Kaum muda menempuh kuliah biar segera dapat ijazah
Mendapat pekerjaan dari hasil kedekatan
Bukan karena prestasi dan rekam jejaknya
Aku terus bertanya-tanya
Siapakah yang telah merampas semuanya
Hingga bulan purnama kini enggan untuk terbit di atas telaga
Langit berubah warna, udara panas merajalela
Hembusan angin kehilangan tenaga
Biarlah kusimpan sederet pertanyaan
Sampai engkau bangun dari mimpi panjang
Menyambut fajar benderang
Sepertiga malam, 10/2/2023
Setelah pembacaan puisi, ia juga menghadiahkan buku-buku puisi yang telah diterbitkan kepada Wakil Bupati, Dr. Rusydi, Kadis DLH Sumenep dan Camat Ganding yang isinya banyak tema-tema tentang lingkungan.
Seperti komentar beliau “Saya ingin mewariskan peradaban dan nilai-nilai kebaikan melalui puisi sekaligus menggugah kesadaran masyarakat untuk berliterasi” ungkapnya kepada Stidar.ac.id (MUA)