Setiap lembaga pendidikan harus selalu update dan beradaptasi dengan perkembangan zaman agar terus bisa eksis dan survive menjawab persoalan kekinian dengan tidak melupakan jati dirinya sebagai sebuah institusi di mana ia tinggal. Corak dan warna boleh berubah, tetapi fondasinya harus tetap kokoh berdiri di tengah perubahan dan persaingan yang ketat.
Pendidikan pesantren dan instansi yang dikelolanya adalah sebuah gambaran produk yang akan dihasilkan di masa yang akan datang. Di satu sisi senantiasa berbenah dengan adaptif dan akomodatif terhadap segala bentuk perubahan, dalam waktu yang bersamaan tetap harus bertahan dengan ciri khasnya untuk membedakan dengan lembaga pendidikan lain.
Dalam konteks ini, Pondok Pesantren Raudlatul Iman telah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia yang dirintis oleh Kiai Abu Daud melanjutkan perjuangan kakeknya K. Bunyamin yang dikenal ahli tirakat dan kewaliannya. Mula-mula hanya berupa pengajian Al-Qur’an di surau untuk menampung masyarakat sekitar agar bisa membaca Al-Qur’an dengan fasih dan benar serta mengajar masyarakat agar bisa memahami dan melaksanakan syari’at secara benar pula. Lambat laun, pesantren yang hanya dikenal dengan Pesantren Mandala atau Pesantren Songai Kotak ini mendapatkan perhatian dan simpati dari masyarakat Mandala dan sekitarnya.
Kepemimpinan Pesantren Mandala, berikutnya dilanjutkan oleh Kiai Abdullah Khoirul Fatihin yang merupakan generasi kedua setelah Kiai Abu Daud wafat, kemudian dilanjutkan oleh dua menantunya Kiai Ibrahim dan Kiai Dumyathi sebagai generasi ketiga. Seiring dengan tuntutan zaman yang menuntut adanya pengetahuan umum, di Pesantren Songai Kotak, didirikan sebuah lembaga formal madrasah ibtidaiyah yang dipelopori oleh generasi keempat putera-puteri Kiai Dumyathi pada tahun 1963, setelah Kiai Abd Hamid pulang dari pondok dan menikah pada tahun 1964. Sejak saat itu, pesantren ini memadukan sistem pendidikan agama dan umum dengan tetap mempertahankan ciri khasnya yang pada waktu itu dikenal dengan nama Raudlatul Athfal V.
Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1990-an, tokoh-tokoh muda generasi kelima turut serta membantu mengembangkan dan membesarkan pesantren ini yang telah berubah nama RAUDLATUL IMAN. Pada masa itu, perkembangan pendidikan begitu pesat dengan berdirinya lembaga formal lanjutan seperti madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah. Kemudian tahun 2000-an, Raudlatul Iman terus menunjukkan perkembangan positif dengan berdirinya lembaga-lembaga penunjang lainnya. Secara khusus berdirinya sekolah menengah kejuruan pada tahun 2015 dan perguruan tinggi yang dikenal dengan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman (STIDAR) pada tahun 2016.
Sudah pasti, setiap lembaga pendidikan mengalami pasang surut dan dinamika yang mengiringi langkah perjalanannya, tak terkecuali Pondok Pesantren Raudlatul Iman dan lembaga yang dikelolanya. Sepeninggal KH. Abdul Hamid dan saudara-saudaranya, Raudlatul Iman mulai mengalami ketidakstabilan terutama dari sisi sumber daya manusia (SDM) pengurus dan guru yang mulai kurang bergairah, jumlah santri yang menurun, biaya pendidikan yang kembang kempis dan lain sebagainya.
Kondisi ini mulai terasa sejak tahun 2018 atau lima tahun yang lalu hingga sekarang tahun 2023. Ibarat permainan sepak bola, kerjasama tim mulai kehilangan irama, meski dengan berbagai taktik dan strategi sudah dijalankan, sehingga dengan mudah tim lawan melakukan penyerangan dari berbagai sektor untuk membobol pertahanan. Setangguh-tangguhnya kiper, akan jebol juga apabila penyerang, gelandang, sayap dan bek tidak bekerja maksimal.
Tentu kenyataan ini memaksa pelatih atau juru taktik untuk memutar otak menganalisa dan mengkaji persoalan yang terjadi sesungguhnya. Sebab dengan pemain-pemain yang lebih handal tidak bisa berbuat banyak untuk menciptakan goal. Di samping organisasi yang lengkap tidak menjadikan lebih solid dalam membangun team work yang militan. Atau ini juga bagian dari kelemahan pelatih yang tidak bisa menerapkan strategi yang membuat pemain merasa nyaman memainkan bola dari kaki ke kaki. Sementara itu tim lawan sudah berbenah dengan strategi baru untuk menaklukkan tim lain.
Seharusnya dengan keberadaan STIDAR, Raudlatul Iman lebih menunjukkan kekuatan yang ditakuti tim lawan dengan jargonnya kampus peradaban (the great campus of civilization restoration). Pondok pesantren dan kampusnya, tentu dapat mewujudkan tiga fungsi utama yakni : Pendidikan, Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat. Terlebih pendidikan tinggi mempunyai TRIDHARMA yaitu : Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Tiga hal yang akan saling melengkapi satu sama lain antara PP. Raudlatul Iman dan STIDAR.
Karena Raudlatul Iman merupakan amanah dan waritsan leluhur yang umurnya sudah mendekati satu abad, perlu kiranya digairahkan kembali melalui serangkaian pembaharuan yang sering saya sebut dengan istilah Smart Boarding School (pesantren cerdas) yang mampu memberikan pengaruh dan manfaat yang lebih menyentuh dan memuaskan semua pihak dengan tetap mengacu pada tiga fungsi pondok pesantren dan tridharma perguruan tinggi sebagaimana dijelaskan di atas. Hal ini merupakan kelanjutan dari yang pernah saya gagas, yaitu Raudlatul Iman SIAP tahun 2014, Raudlatul Iman EMAS tahun 2017, Raudlatul Iman SIAP tahun 2019 dan Raudlatul Iman SIGAP tahun 2021.
Untuk memudahkan dan mengarahkan bagaimana seharusnya angin pembaharuan dihembuskan, saya ingin menganalogikan Raudlatul Iman dengan sebuah mobil, yakni mobil lama yang perlu mendapatkan perawatan. Mobil tentunya bisa dioperasikan dengan baik, apabila drivernya ahli dalam mengemudi, kapan harus pelan dan kapan saatnya harus menaikkan porsneleng dan gas yang seimbang. Di setiap tikungan dan tanjakan, fokus dan rem perlu dijaga, termasuk di jalan lurus tetap waspada untuk menyalip dan kembali pada posisi yang tepat.
Driver yang handal saja tidak cukup, apabila bensin tidak memadai. Sebab mobil akan mogok di tengah perjalanan yang menyebabkan tidak akan sampai pada tujuan. Selain itu, onderdil mobil juga harus dalam kondisi siap dan prima, agar tidak mengganggu perjalanan. Penting tiap saat dicek dan diadakan perawatan agar tetap awet dan bisa dimanfaatkan dengan baik. Sesekali juga, mobil diservis bahkan dikasih aksesoris atau dimodif agar menarik perhatian. Selain itu, perlu kiranya pemilik mobil meminta masukan agar mobilnya mampu bertahan serta mampu bersaing dengan mobil baru atau bahkan bisa mengalahkannya.
Perumpamaan lain yang bisa saya jelaskan di sini adalah membandingkan Raudlatul Iman dengan pepohonan agar tumbuh subur dan berbuah lebat. Pertama, tanah yang ditanami adalah tanah yang subur. Kesuburan tanah bisa melalui penggemburan agar memiliki nutrisi untuk bisa ditanami dan tumbuh optimal. Setelah tanah siap, tanaman dapat diperlakukan atau dirawat dengan baik, sehingga pertumbuhannya maksimal, seperti dilakukan pemupukan dan membuang hama atau penyakit yang mengganggu. Seperti juga bangunan yang dikerjakan oleh arsitek yang ahli dan dilakukan perawatan secara berkala agar bangunan tetap nyaman ditempati.
Dari sekian perumpamaan di atas, berikut saya tawarkan konsep ber-SAHABAT yang dapat dijelaskan dengan rinci satu persatu :
( S ) = Spiritual (strategi, driver, pelatih, tanah subur, nutrisi). Pendidikan di Raudlatul Iman tidak boleh mengenyampingkan unsur spiritualitas. Misalnya, secara berkala diadakan istighatsah sebagai upaya permohonan kepada Allah SWT, agar pendidikan yang dijalankan berjalan lancar dan barokah. Hal ini bisa dilakukan oleh pengurus atau secara bersama-sama oleh semua warga Raudlatul Iman. Ketersambungan jiwa dengan leluhur akan memberikan dampak positif. Salahsatu ciri khas Raudlatul Iman adalah pengamal Tarekat Naqsyabandi.
( A ) = Aksi Nyata (pemain, pengoperasian mobil, pembuangan hama). Doa dan pengamalan ibadah tidak cukup, apabila tidak dibarengi dengan aplikasi dan langkah kongkrit melalui pengabdian dan perjuangan yang total. Komitmen, dedikasi, loyalitas dan kapasitas menjadi fondasi pada wilayah ini.
( H ) = Hubungan Harmonis (kerjasama tim komunikasi antar pemain, mesin baik, pemupukan). Doa dan kegigihan tidak akan berjalan dengan baik, jika para pengelola dan semua warga di dalamnya, hubungannya tidak harmonis. Harmonis dapat diartikan serasi dan selaras antar warga yang dapat mengakibatkan ketenangan dan kedamaian menjadi team work yang kompak, termasuk menjalin hubungan dengan pihak luar (networking). Silaturrahmi dengan semua elemen menjadi perekat dan penyangga kuat untuk sebuah perjalanan. Dalam filosofi Madura dikenal dengan istilah Rampak Naong Beringin Korong.
( A ) = Atraktif (seni mengocek bola, porseneleng, aksesoris). Selanjutnya kegiatan yang dibangun di dalamnya menampilkan inovasi dan kreasi yang menimbulkan daya tarik dan menyenangkan. Kegiatan dan program yang menyenangkan akan memiliki dampak yang luar biasa. Up to date terhadap perkembangan menjadi hal yang urgen.
B ) = Biaya atau dana (bensin, upah). Yang tidak kalah pentingnya adalah pembiayaan atau budget. Di dalam hal ini tergambar estimasi, baik pemasukan dan pengeluaran. Tanpa finansial yang cukup, Raudlatul Iman tidak akan bisa menjalankan program dengan maksimal. Operasional kegiatan itu bisa diperoleh dan digali dari berbagai sektor dan sumber.
( A ) = Akomodatif (adaptasi gaya permainan). Sebuah organisasi akan tetap bisa efektif, apabila ia akomodatif dengan perubahan dan pembaharuan yang terjadi di sekelilingnya. Penyesuaian diri dengan perkembangan zaman akan mudah dan leluasa untuk bergerak maju ke arah lebih baik.
( T ) = Tindak lanjut (perawatan). Sebuah konsep yang baik akan berhasil, apabila ada tindak lanjut. Tindak lanjut yang dimaksud di sini adalah kebersinambungan kerja, evaluasi, kontrol dan pengendalian secara terus menerus terjalin berkelindan.
Kepedulian penonton atau suporter menjadi penting. Dalam hal ini wali dan alumni mendukung penuh, termasuk perhatian pengemudi lain dengan memberikan kemudahan bagi pengguna jalan lain secara sehat, tidak nyrempet-nyrempet. Masukan, kritik menjadi nutrisi yang akan menyehatkan sebuah organisasi agar tidak melakukan sekehendak hatinya. Ibarat makanan dan obat, semestinya takarannya pas dan dosisnya sesuai. Wali, masyarakat atau alumni memberikan obat dan makanan itu agar pertumbuhannya sehat dan kuat. Salahsatu makanan itu adalah dengan memasukkan putera-puterinya ke Raudlatul Iman. Untuk menu menarik bergizi atau kualitas lulusan dapat dibicarakan, yang penting mereka bisa berkontribusi dulu.
Bagaimana mungkin strategi permainan akan berjalan baik, jika pemainnya kurang, bagaimana mungkin mobil akan melaju jika orderdilnya bermasalah. Bagaimana bisa tanaman tumbuh baik, apabila pupuknya tidak ada, jangan berharap tubuh sehat, jika makanan dan vitaminnya kurang atau bahkan tidak ada. Jangan bermimpi bangunan akan tegak, apabila bahan-bahannya kurang. Tak mudah memang mengelola dan mengendalikan lembaga, jika bukan karena pengabdian.
Tetapi sekali lagi, yang perlu digaribawahi, sehebat apapun materi pemain dan kualitas lapangan dan sebaik apapun mobil yang akan dijalankan, apabila pelatihnya tidak punya strategi dan drivernya tidak mampu mengoperasikan dan mengendalikan mobil, maka tak berdampak apapun bagi tim yang berkelas. Sudah barang tentu juga, mobil akan berjalan tidak sempurna atau bisa jadi menerobos jalan yang bukan rutenya.
Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan, pondok pesantren menjadi pengendali yang dilakukan Majelis Syuro atau / Majelis Masyayikh. Berikut beberapa tugas yang dijalankan.
Tugas Majelis Masyayikh :
– Menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum pesantren / madrasah / perguruan tinggi
– Memberi pendapat kepada Dewan Masyayikh dalam menentukan kurikulum pesantren / madrasah / perguruan tinggi
– Merumuskan kriteria mutu lembaga dan lulusan pesantren / madrasah / perguruan tinggi
– Merumuskan kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan pesantren / madrasah / perguruan tinggi
– Melakukan penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu.
– Memeriksa keabsahan setiap syahadah atau ijazah santri yang dikeluarkan pesantren / madrasah / perguruan tinggi
Program-program unggulan yang sudah berjalan terus dijalankan dan dikembangkan seperti bimbingan kitab kuning, tahfidzul qur’an, pendalaman bahasa, kegiatan literasi, ekopesantren, pengembangan media online ( Media Center Raudlatul Iman dan Stidar.ac.id ) dll. Yang harus menjadi titik tekan dan fokus adalah kegiatan literasi, karena fondasi peradaban dari sanalah dimulai. Dengan banyak membaca, warga Raudlatul Iman akan menjadi sumber inspirasi, pembaharu bahkan penemu. Selanjutnya Stasiun Sosial Asoka (SSA) juga dijadikan pusat studi dalam pengertian yang seluas-luasnya.
Oleh karenanya, konsep Raudlatul Iman Ber-SAHABAT menjadi brand Raudlatul Iman untuk dijadikan pedoman menuju arah dan kerangka pembaharuan.
Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin menegaskan sebagai tawaran, bahwa Pondok Pesantren Raudlatul Iman dengan grand desain ber-Sahabat menjadi lembaga pendidikan yang mempunyai brand Pesantren Ekologis-Enterpreneur Berbasis Budaya Lokal dan Spiritual. Insya-Allah semoga…..!
9 Mei 2023
Catatan kecil Muhammad Sahli