Berjuang Menggapai Ilmu Barakah

Oleh : Muhammad Sahli

Setiap orang yang mencari ilmu, tentu menginginkan keberkahan dalam ilmunya. Sebab ilmu yang tidak barakah akan menyusahkan pemiliknya, baik di dunia atau di akhirat kelak. Barakah ibarat vitamin yang tidak tampak di permukaan, tapi jelas manfaatnya bagi yang mengkonsumsinya. Demikian juga barakah ilmu, dapat terasa faedahnya bagi yang memperolehnya.

Menurut Imam Ghozali, barakah yaitu زِيَادَةُ الْخَيْرِ (bertambahnya nilai kebaikan). Ilmu yang berkah ialah ilmu yang dapat bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain dan memberikan nilai kebaikan di dalamnya.

Secara Bahasa, berkah berasal dari Bahasa arab “barokah” artinya nikmat (kamus Al-munawwir, 1997:78). Istilah lain dari barokah dalam Bahasa arab ialah Mubarak dan tabaruk. Sedangkan secara istilah keberkahan adalah bertambahnya kebaikan yang sebelumnya telah dilakukan. Keberkahan tersebut meliputi dua hal yaitu material dan spiritual. Seperti kebahagiaan, ketenangan, kesehatan, anak usia dan lain sebagainya.

Terkait dengan ilmu yang barokah, dapat diketahui bahwa pemiliknya akan semakin takwa, mengantarkan pemiliknya pada amalan-amalan saleh dan memberikan manfaat pada lingkungan sekitar.

Imam Syafii menuliskan suatu cerita di dalam kitab I’anatu thalibin yang berisi agar ilmu yang diusahakan barakah :

شكوت إلى وكيع سوء حفظي فأرشدني إلى ترك المعاصي وأخبرني بأن العلم نور و نور الله لا يهدى لعاصي.

“Aku (Imam Syafii) pernah mengadukan kepada Imam Waki” (guruku) tentang jelek (sulitnya) hafalanku, lalu beliau mengatakan kepadaku untuk meninggalkan maksiat. Imam Waki’ bekata, sebab ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah diberikan kepada para ahli maksiat.”

Perhatikan juga Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari dalam kitabnya “Adab Al ‘Alim wa Al Muta’allim” beliau menyebutkan beberapa etika atau adab bagi penuntut ilmu, antara lain :

Adab Kepada Diri Sendiri
1. Hendaklah penuntut ilmu dalam menuntut ilmu memiliki niat yang baik dengan mengharap ridha Allah swt (penuntut ilmu wajib memiliki niat yang baik saat menuntut ilmu).
2. Hendaklah ia mensucikan hatinya dari segala macam sifat-sfat yang tidak terpuji.
3. Penuntut ilmu hendaklah bersifat qana’ah dalam makan, minum dan berpakaian.
4. Penuntut ilmu hendaknya selalu menanamkan pada dirinya untuk selalu bersikap wara’ dan berhati-hati terhadap semua perilaku dan tingkah lakunya. Serta selalu mencari yang hahal dari makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan dalam semua kebutuhannya. Hal ini sangat pentinh supaya hatinya selalu tenang dan dapat menerima ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
5. Penuntut ilmu hendaknya meninggalkan bercanda yang berlebihan, lebih-lebih bercanda dengan lawan jenis. Karena bercanda yang berlebihan termasuk menyia-nyiakan waktu tanpa ada manfaatnya dan menghilangkan nilai agama pada dirinya.
6. Hendaknya penuntut ilmu memanfaatkan waktu mudanya dengan menggunakan seluruh waktunya untuk mencari ilmu. Jangan tertipu oleh banyak lamunan dan angan-angan. Sebab waktu terus berjalan dan tidak akan terulang lagi.
7. Penuntut ilmu hendaknya mengurangi tidur selama tidak menimbulkan bahaya bagi badan dan pikirannya. Janganlah penuntut ilmu tidur lebih dari 8 jam sehari semalam.

Adab Kepada Guru
1. Penuntut ilmu hendaknya patuh dan taat kepada gurunya. Penuntut ilmu harus berusaha mencari ridha gurunya dan dengan sepenuh hati menaruh rasa hormat kepadanya, disertai menadekatkan diri kepada Allah swt dalam berkhidmat kepada guru.
2. Penuntut ilmu hendaknya jangan masuk ke tempat atau kediaman guru kecuali atas izinnya dan jangan lewat dihadapannya baik ketika beliau sendiri atau bersama orang lain tanpa izin darinya.
3. Apabila guru memberi sesuatu maka terimalah dengan tangan kanan, bila guru meninta buku untuk dibaca maka berikan buku itu dalam keadaan siap dibaca.
4. Apabila bertemu dengan guru dijalan maka ucapkanlah salam tetapi jika jaraknya jauh jangan memanggil, jangan mengucapkan salam dan jangan memberi isyarat akan tetapi dengan menundukkan kepala.
5. Penuntut ilmu harus memuliakan dan menghormati kerabat, teman serta keluarga guru. Karena pada hakikatnya menghormati mereka berarti menghormati guru.
6. Jangan duduk ditempat guru dan jangan pergi dari sisinya kecuali dengan izinnya.
Ketika penuntut ilmu duduk dihadapan gurunya hendaklah memperhatikan adab dan hendaklah ia seperti saat tasyahud pada waktu shalat atau duduk bersila dengan penuh tawadhu’, tenang dan khusu’.
7. Hendaklah penuntut ilmu selalu berbicara yang sopan dan baik.
8. Penuntut ilmu hendaknya bersabar dalam menghadapi guru yang berwatak keras dan janganlah menolaknya dengan kasar sebab sifat kerasnya seorang guru semata-mata karena sayangnya guru kepada muridnya dalam membimbing dan memberi petunjuk kepada penuntut ilmu.

Adab Kepada Teman
1. Penuntut ilmu hendaknya memberi dorongan dan semangat kepada teman-teman lain dan mengajak untuk bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu.
2. Hendaknya penuntut ilmu tidak menyakiti temannya.

Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Sayyid Ahmad bin Al-Maliki:

ثبات العلم بالمذاكرة وبركته بالخدمة ونفعه برضا الشيخ

“Tetapnya ilmu dengan mengulang-ulang, barokahnya ilmu dengan berkhidmah,dan manfaatnya ilmu dengan ridho guru.”

Mengenai hal ini, Syaikh Az-Zarnuji di dalam kitabnya Ta’limul Muta’allim menuliskan sebuah syair dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, dua bait syair itu berbunyi :

اَلا لاَ تَناَلُ اْلعِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ

ذَكاَءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِباَرٍ وَبُلْغَةٍ وَإِرْشَادِ أُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ

“Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi 6 syarat. Saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci. Yaitu: Kecerdasan, kemauan/semangat (rakus akan ilmu), sabar, biaya/bekal (pengorbanan materi/ waktu), petunjuk (bimbingan) guru dan dalam tempo waktu yang lama.”

1. Kecerdasan
Ulama membagi kecerdasan menjadi dua yaitu: yang pertama, muhibatun minallah (kecerdasan yang diberikan oleh Allah). Contoh, Seseorang yang memiliki hafalan yang kuat. Yang kedua adalah kecerdasan yang didapat dengan usaha (muktasab) misalnya dengan cara mencatat, mengulang materi yang diajarkan, berdiskusi dll.
Ada beberapa kecerdasan yang harus kita kembangkan dalam diri kita diantaranya : kecerdasan logika, spacial, linguistik, gerak, musik, intrapersonal, interpersonal dan kecerdasan naturalis.
2. Bersungguh-sungguh
Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkan kesuksesan. Begitu pula dalam menuntut ilmu, kesungguhan adalah salah satu modal untuk menguasai ilmu yang sedang kita pelajari.
3. Kesabaran
Yang Ketiga Sabar dalam menuntut ilmu dibutuhkan kesabaran, sabar dalam belajar, sabar dalam diuji, sabar dalam segala hal yang kita alami dalam proses menuntut ilmu, hidup ini adalah ujian pasti Allah akan uji kesungguhan kita dalam menuntut ilmu, jikalau kita lolos dalam menjalaninya maka kita akan dinaikan tingkat kita dari yang sebelumnya.
“Orang yang cerdas adalah orang yang tidak akan pernah berhenti belajar.
4. Biaya
Dalam menuntut ilmu tentu butuh biaya (bekal), tidak mungkin menuntut ilmu tanpa biaya (bekal). Contoh para imam, Imam Malik menjual salah satu kayu penopang atap rumahnya untuk menuntut ilmu. Imam Ahmad melakukan perjalanan jauh ke berbagai negara untuk mencari ilmu. Beliau janji kepada Imam Syafi’i untuk bertemu di Mesir akan tetapi beliau tidak bisa ke Mesir karena tidak ada bekal. Seseorang untuk mendapat ilmu harus berkorban waktu, harta bahkan terkadang nyawa.
5. Bimbingan Guru
Salah satu hal yang paling penting dalam menuntut ilmu adalah petunjuk dari seorang guru. Terlebih belajar ilmu agama, haruslah sesuai dengan petunjuk guru. Belajar agama janganlah secara otodidak, karena akan menjadi bahaya jika salah memahami suatu teks bacaan.
Dikarenakan begitu pentingnya petunjuk guru, maka kita haruslah menghormati dan memuliakan guru. Hal ini semata-mata untuk mendapatkan ridha guru yang pada akhirnya akan mengantarkan kita kepada Allah Swt.
6. Waktu Yang Lama
Dalam menuntut ilmu butuh waktu yang lama. Tidak mungkin didapatkan seorang da’i/ulama hanya karena daurah beberapa bulan saja.Al-Baihaqi berkata:”Ilmu tidak akan mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”. Al Qadhi iyadh ditanya: “Sampai kapan seseorang harus menuntut ilmu?” Beliau menjawab: ”Sampai ia meninggal dan ikut tertuang tempat tintanya ke liang kubur.”

Beliau juga memberikan perhatian khusus, agar barakah ilmu diperoleh dengan penjelasannya :

Santri yang mempunyai niat, kecintaan dan mau memuliakan ahlul ilmi dengan tulus serta memiliki minat yang kuat dan istiqomah dalam menuntut ilmu.

Niat menjadi dasar utama semua perbuatan :
ثم لابد له من النية فى زمان تعلم العلم، إذ النية هى الأصل فى جميع الأفعال لقوله عليه السلام: إنما الأعمال بالنيات. حديث صحيح.

Wajib berniat waktu belajar. Sebab niat itu menjadi pokok dari segala hal, sebagaimana sabda nabi saw : Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu terserah niatnya” Hadits shahih.

روى عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: كم من عمل يتصور بصورة عمل الدنيا، ثم يصير بحسن النية من أعمال الآخرة، وكم من عمل يتصور بصورة عمل الآخرة ثم يصير من أعمال الدنيا بسوء النية.

Dari beliau pula diriwayatkan sebuah hadits : ”Banyak amal perbuatan yang berbentuk amal dunia, lalu menjadi amal akhirat yang karena buruk niatnya maka menjadi amal dunia.”

Seorang penutut ilmu harus berniat (mencari ilmu) mencari ridho Allah SWT, mencari kehidupan Akhirat, menghilangkan kebodohan, baik kebodohan dirinya sendiri maupun kebodohan orang-orang bodoh lainnya, menghidupkan agama dan mempertahankan islam, karena islam itu bertahan dengan ilmu.

Wali santri yang mempunyai niat dan kecintaan dan pengorbanan yang tulus pada ulama/ahlul ilmi serta dukungan utuh terhadap pendidikan putra putrinya.

وكان أستاذنا الشيخ الإمام سديد الدين الشيرازى يقول: قال مشايخنا: من أراد أن يكون ابنه عالما ينبغى أن يراعى الغرباء من الفقهاء، ويكرمهم ويطعمهم ويطيعهم شيئا، وإن لم يكن ابنه عالما يكون حفيده عالما.

Guru kita Syaikhul Imam Sadiduddin Asy-Syairaziy berkata : Guru-guru kami berucap : “bagi orang yang ingin putranya alim, hendaklah suka memelihara, memulyakan, mengagungkan, dan menghaturkan hadiah kepada kaum ahli agama yang tengah dalam pengembaraan ilmiyahnya. Kalau toh ternyata bukan putranya yang alim, maka cucunyalah nanti yang alim.”

Selain niat, supaya mendapat keberkahan ilmu, maka seorang penutut ilmu harus menghormati gurunya. Hormat kepada guru merupakan kunci dalam meraih keberkahan sebuah ilmu. Imam Az-Zarnuji juga menjelaskan perihal pentingnya menghormati seorang guru, berikut lafadznya :

اعلم بأن طالب العلم لا ينال العلم ولا ينتفع به إلا بتعظيم العلم وأهله وتعظيم الأستاذ وتوقيره.

“Ketahuilah ! seorang penuntut ilmu tidaklah mendapatkan ilmu dan tidak dapat memetik manfaat dari ilmu yang ia dapatkan, kecuali dengan mengagungkan ilmu dan ahlinya, mengagungkan dan menghormati seorang guru.”

قيل: ما وصل من وصل إلا بالحرمة، وما سقط من سقط إلا بترك الحرمة. وقيل: الحرمة خير من الطاعة، ألا ترى أن الإنسان لا يكفر بالمعصية، وإنما يكفر باستخفافها، وبترك الحرمة.

Dikatakan: “Dapatnya orang mencapai sesuatu hanya karena mengagungkan sesuatu itu, dan gagalnya pula karena tidak mau mengagungkannya.” Tidakkah kamu tahu, manusia tidak menjadi kafir karena maksiatnya, tapi menjadi kafir lantaran meremehkan maksiat dan meninggalkan rasa hormat.

Dalam menghormati seorang guru, Sahabat Ali bin Abi Thalib yang mendapatkan julukan “babul ilmi” bahkan pernah berkata demikian :

أنا عبد من علمني حرفا واحدا، إن شاء باع وإن شاء أعتق وإن شاء استرق

“Aku adalah hamba dari orang yang mengajariku, meskipun satu huruf saja. Jika ia berkehendak, ia bisa menjual(ku). Jika berkehendak, ia bisa memerdekakan(ku). Jika ia berkehendak, ia bisa memperbudak(ku).”

Ada cerita yang sangat masyhur mengenai penghormatan kepada guru, yaitu kisah Harun Ar-Rasyid. Dikisahkan Khalifah Harun Ar-Rasyid mengutus anaknya ke imam Al-Ashma’i untuk belajar ilmu dan adab. Suatu hari, Khalifah Harun Ar-Rasyid melihat Imam Al-Ashma’i berwudhu dan membasuh kakinya, sementara anak khalifah menuangkan air ke kakinya. Khalifah lantas menegur Imam Al-Ashma’i terkait hal itu, lalu ia berkata : “Aku mengutus anakku kepadamu kepadamu, semata-mata agar kau mengajarinya ilmu dan adab. Lalu kenapa kau tidak menyuruhnya menuangkan air dengan salah satu tangannya, dan membasuh kakimu dengan tangannya yang lain?”. Dari cerita tersebut, kita dapat menyimpulkan, betapa terhormatnya seorang guru sehingga santri atau murid betul-betul menjaga adabnya.

Lantas, bagaimana cara menghormati seorang guru, supaya mendapatkan keberkahan sebuah ilmu ?

Imam Az-Zarnuji menyebutkan beberapa contoh dalam menghormati seorang guru :

ومن توقير المعلم أن لا يمشي أمامه ولا يجلس مكانه ولا يبتدئ الكلام عنده إلا بإذنه، ولا يكثر الكلام عنده ولا يسأل شيئا عند ملالته ويراعي الوقت ولا يدق الباب بل يصبر حتى يخرج.

“Termasuk di antara bentuk menghormati seorang guru ialah tidak berjalan didepannya, tidak menempati tempat duduknya, tidak memulai pembicaraan sebelum mendapatkan izinnya, tidak banyak berbicara, tidak bertanya apapun ketika ia merasa jemu, menjaga waktunya, dan tidak mengetuk pintunya, tapi bersabar menunggu sampai ia keluar.”

Poin penting yang harus diperhatikan dalam mendapatkan keberkahan ilmu yakni jangan sampai membuat sakit hati seorang guru, karena hal tersebut merupakan kesalahan yang sangat fatal. Lantas bagaimana kalau seorang murid terlanjur melakukan kesalahan ?, hendaklah meminta maaf kepada guru tersebut dan meminta ridhonya. Karena tanpa ridho guru, murid tidak akan mendapatkan keberkahan sebuah ilmu.

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa syarat ilmu manfaat sebagai berikut :

من اشراط علم النافع ثلاثةخصال :
١. دعاءالوالدين
٢. وحل الزاد
٣. ورضاالشيخ

Termasuk syarat memperoleh ilmu manfaat ada tiga hal :
1. Doa kedua orang tua
2. Bekal yang halal
3. Ridha guru

Karena dalam sabda Nabi SAW :

(دعاءالوالدلولده كدعاء النبي لامته (رواه الديلمي

“Doa orang tua untuk anaknya seperti doanya Nabi untuk umatnya”

Artinya doa kedua orang pasti diterima untuk anak-anaknya.

Rasulullah shollahu’alaihi wassalam bersabda:

تَعَلَّمُوْاوَعَلِّمُوْاوَتَوَاضَعُوْالِمُعَلِّمِيْكُمْ وَلَيَلَوْا لِمُعَلِّمِيْكُمْ

“Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu.” (HR Tabrani)

Dalam sebuah Hadits yang lain, Kanjeng Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ _ رواه أبو داود عن طريق سيدنا أبي موسى الأشعري رضي الله عنه

“Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah Subhānahu wa Ta’ālā, yaitu memuliakan orang tua yang muslim, orang yang hafal Al Qur’an tanpa berlebih-lebihan atau berlonggar-longgar di dalamnya dan memuliakan penguasa yang adil.”

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ _ رواه الحاكم فى المستدرك عن طريق سيدنا عبادة بن صامت رضي الله عنه

“Bukan termasuk ummatku (yang mengikuti jalanku), siapa orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, menyayangi orang yang lebih muda dan mengetahui hak-hak orang alim.”

Selain itu, dijelaskan dalam kitab ta’lim tersebut bahwa orang alim atau guru seharusnya :

ينبغى أن يكون صاحب العلم مشفقا ناصحا غير حاسد، فالحسد يضر ولا ينفع. وكان أستاذنا شيخ الإسلام برهان الدين رحمه الله يقول: قالوا إن ابن المعلم يكون عالما لأن المعلم يريد أن يكون تلميذه فى القرآن عالما فببركة اعتقاده وشفقته يكون ابنه عالما

Orang alim hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat serta jangan berbuat dengki. Dengki itu tidak akan bermanfaat, justru membahayakan diri sendiri. Guru kita Syaikhul Islam Burhanuddin ra. Berkata : Banyak ulama yang berkata : “Putra sang guru dapat menjadi alim, karena sang guru itu selalu berkehendak agar muridnya kelak menjadi ulama ahli Al-Quran. Kemudian atas berkah I’tikad bagus dan kasih sayangnya itulah putranya menjadi alim.”

وينبغى أن لا ينازع أحدا ولا يخاصمه لأنه يضيع أوقاته. قيل: المحسن سيجزى بإحسانه والمسيئ ستكفيه مساويه.

Selain tersebut di atas, orang alim hendaknya tidak usah turut melibatkan diri dalam arena pertikaian dan peperangan pendapat dengan orang lain, karena hal itu hanya membuat waktu menjadi habis sia-sia. Ada dikatakan: “Pengamal kebajikan akan dibalas karena kebajikannya, sedang pelaku kejelekan itu telah cukup akan memberatkan siksa dirinya.

Yang terakhir, tatacara untuk memperoleh ilmu yang barakah dan supaya diberikan kemudahan dalam menghafal :

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَحْفَظَ اْلعِلْمَ فَعَلَيْهِ أَنْ يُلَازِمَ خَمْسَ خِصَالٍ : اَلْأُوْلَى صَلَاةُ الَّليْلِ وَلَوْ رَكْعَتَيْنِ، وَالثَّانِيَةُ دَوَامُ الْوُضُوْءِ، وَالثَّالِثَةُ اَلتَّقْوَى فِى السِّرِّ وَاْلعَلَانِيَةِ، وَالرَّابِعَةُ أَنْ يَأْكُلَ لِلتَّقْوَى لَالِلشَّهَوَاتِ، وَالْخاَمِسَةُ اَلسِّوَاكُ

Barang siapa yang ingin menjaga (menghafal) ilmu, maka ia harus membiasakan lima perkara :

Pertama, shalat malam (tahajud) walaupun hanya dua rakaat

Kedua, membiasakan (menjaga) wudhu

Ketiga, bertakwa (kepada Allah) baik di tempat sepi maupun di tempat ramai

Keempat, makan untuk meningkatkan ketakwaan, bukan untuk mengikuti hawa nafsu

Kelima, membiasakan bersiwak

(Kitab Durratun Nashihin, halaman 15)

Demikian beberapa keterangan yang dinukil dari kitab yang ditulis ulama berdasarkan pengalaman untuk meraih ilmu barakah. Semoga kita dimampukan dan diberi petunjuk untuk dapat mengamalkannya. Amin.

Sumenep, 10 Juli 2023

Bagikan ke :