Tradisi Unik Pelet Kandung di Kampung Mandala
Mandala yang merupakan sebuah kampung di ujung barat Desa Gadu Barat mempunyai tradisi yang beragam yang sampai saat ini tetap dianut dan dilestarikan oleh masyarakatnya. Tradisi di antaranya adalah peringatan tujuh bulanan atau dalam istilah masyarakat adalah Pelet Kandung.
Pelet Kandung adalah tradisi rutinan yang dilakukan oleh salah satu keluarga yang mempunyai seorang perempuan atau ibu hamil yang dalam keadaan hamil usia 7 bulan. Kegiatan ini merupakan upacara tradisional yang unik karena dalam pelaksanaannya terdapat sesajian, ritual dan beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar. Sebenarnya sebelum usia kehamilan mencapai 7 bulan, ada tradisi peringatan 4 bulanan. Tradisi tersebut dilaksanakan dengan mengundang sanak famili untuk berkumpul melakukan salametan atau doa bersama untuk ibu hamil dan si jabang bayi dengan membaca surat-surat Al-Qur’an seperti surat Maryam, Surat Yusuf dan lain lain. Ini dilakukan karena menurut para ulama’ dalam usia 4 bulan nyawa akan segera dimasukkan oleh Allah SWT. kepada jabang bayi yang ada dalam kandungan itu.
Setelah usia kandungan menginjak 7 bulan baru tradisi Pelet Kandung itu dilakukan. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang diisi dengan doa bersama atau Salametan dan juga tradisi siraman atau mandi air kembang.
Saat prosesi Salametan, seorang kyai menulis doa dan ayat Alquran di kelapa menggunakan paku. Setelah itu kelapa tersebut diletakkan di depan orang orang yang diundang oleh tuan rumah untuk melakukan doa bersama. Setelah selesai doa bersama, ibu hamil akan dimandikan air kembang. Suami, ibu, mertua dan sanak saudara lainnya turut menyiram air kembang tersebut ke ibu hamil. Sementara ibu hamil tersebut memegang kelapa yang telah ditulis oleh seorang kyai tersebut. Secara bergiliran dan bergantian semua sanak saudara memandikan si ibu hamil.
Setelah selesai, kelapa tadi diberikan oleh ibu hamil kepada ibu mertuanya atau ibu dari suaminya agar ditimang olehnya. Saat penyerahan kelapa tersebut, tetangga dan orang yang menyaksikan berseru secara lantang dengan menyebutkan “lakek lakek, binik binik”. Maksutnya mereka sambil berharap agar si calon bayi tersebut jenis kelaminnya ketika lahir adalah laki-laki atau perempuan.
Saat upacara siraman usai, ibu hamil akan pergi ke kamar mandi dengan cara meniti di sepanjang dahan pohon pepaya yang sudah disediakan sampai ke kamar mandi. Sementara buah kelapa yang digendong oleh ibu mertua tadi ketika sudah bersih dari air kembang atau sudah dikeringkan, nanti diletakkan di kasur ibu hamil. Ketika buah kelapanya sudah mengering, lalu dihanyutkan ke sungai dengan simbol dan harapan bahwa nanti anak yang dilahirkan bisa mempunyai kecerdasan yang tidak terbatas atau mempunyai pemikiran yang luas seperti panjangnya sungai.
Diketahui dari informan yang penulis wawancarai, gayung yang digunakan saat prosesi siraman itu terbuat dari batok kelapa yang dibelah dua, yang dipakai adalah satu belahan dan gagangnya menggunakan ranting pohon beringin. Dan untuk menampung air kembangnya menggunakan bak.
Uniknya setelah prosesi siraman itu, bak mandi yang tadinya diisi dengan air kembang setelah upacara selesai, bak diisi dengan beras. Sementara gayungnya diisi dengan makanan khas Mandala (rujak ketupat) yang semuanya nanti akan diberikan atau diantarvke kediaman Dhukon (orang ahli yang membantu proses kehamilan dan nanti juga akan membantu proses kelahiran sang ibu).
Ditulis oleh Ramadhani Mahasiswa prodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) STIDAR Sumenep.
Tulisan ini bisa dikoreksi dan ditambah atau dikurangi oleh para pembaca nantinya demi memperoleh informasi yang lebih valid.