Ternyata Menulis Itu Menggairahkan

Banyak orang ketika memulai menulis merasa kehabisan kata dan merasa malas untuk melanjutkan ide yang sudah tergambar dalam pikiran berdasarkan pengalaman yang dilihat, didengar dan dirasakan menjadi rangkaian kalimat, lalu berlanjut menjadi kesatuan paragraf, kemudian menjadi bangunan tulisan yang utuh. Penyebabnya bermacam-maam, bisa jadi kurang membiasakan atau kurangnya bahan yang akan ditulis dan tidak tahu cara memulainya.

Tulisan itu ibarat sebuah bangunan yang awalnya terdiri dari bahan-bahan yang berserakan, kemudian dari bahan itu dirangkai dimulai dari fonfasi, selanjutnya dikembangkan menjadi rangka bangunan dinding, atap dan akhirnya menjadi bangunan yang enak ditempati setelah melalui proses yang panjang. Demikian pula sebuah tulisan yang bahan-bahannya berasal dari bahan bacaan atau pengalaman yang dirasakan untuk kemudian dirangkai menjadi tulisan yang enak dibaca.

Persoalannya, barangkali karena memang tidak membiasakan menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Termasuk tidak menyempatkan diri menyediakan waktu untuk menulis, sehingga bahan-bahan itu hilang percuma tertimbun kesibukan yang lain. Selain itu juga disebabkan kekurangan referensi karena malas membaca dan berpikir. Untuk kasus yang terakhir, sebaiknya meluangkan waktu untuk membaca walau hanya lima menit setiap hari dan pada akhirnya akan merasa ketagihan, apabila tidak membaca.

Membaca juga bukan sekedar membaca buku, tetapi membaca fenomena di sekitar kita dan sering mendengar serta fokus ketika ada orang berbicara. Lalu berusaha tiap hari menyediakan waktu untuk menulis, walaupun hanya satu paragraf. Membaca dan menulis adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Baik membaca maupun menulis adalah media rekreatif yang sangat menyenangkan. Dengan membaca, seseorang bisa berselancar ke sebuah tempat yang sulit dijangkau dalam dunia nyata.

Ibarat orang yang bermain bola, jika setiap saat melatih dan mencari referensi, bagaimana teknik mengolah, mengocek dan mengoper bola, pada akhirnya akan mempunyai skill atau kemampuan yang bagus dan menarik untuk ditonton. Sehingga sekecil apapun medianya, nantinya menjadi bahan yang menarik untuk latihan. Contoh lain, sama halnya dengan menyetir mobil, apabila sering mencoba, pada akhirnya akan mempunyai keahlian yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Demikian pula menulis, ia butuh latihan yang kontinyu untuk menghasilkan tulisan yang bagus dan hidup di hati pembacanya. Karena menulis bukan sekedar menulis, tapi melibatkan kemampuan analisa berpikir untuk dituangkan dalam gagasan yang rapi dan menimbulkan daya tarik. Berpikir yang baik akan menghasilkan bicara dan tulisan yang baik dan teratur. Cuma memang ada perbedaan antara bahasa lisan dan tulisan.

Sebuah tulisan berawal dari sebuah ide, dari ide dibuatkan tema. Tema berasal dari lingkungan sekitar, seperti kesehatan, pendidikan, politik, dll. Setelah tema, berikutnya dibuat kerangka yang terdiri dari sub tema, kemudian kerangka (outline) dikembangkan dalam sebuah jalinan kalimat yang saling terkait satu sama lain yang disebut paragraf. Dalam setiap paragraf terdapat pokok pikiran atau gagasan utama. Namun secara garis besar, suatu tulisan terdiri dari tiga poin besar, yaitu pembukaan, pembahasan dan terakhir penutup.

Berbeda sekali sekali dengan karya fiksi seperti puisi, cerpen dll. Karena setiap jenis karya memiliki kekhasannya sendiri-sendiri. Misal, berita ada persyaratan 5 W + 1 H. Puisi diawali dengan tema, rima, dan disusun dalam bentuk bait. Cerpen juga memiliki karakteristik seperti tema, alur, plot dan penokohan. Intinya sebuah tulisan sama yaitu dimulai dari tema dan berdasarkan pengalaman masing-masing penulis.

Maka terus menulislah sampai kita menemukan bentuk dan gaya penulisan sendiri. Dengan sering latihan menulis, akan kemampuan kita akan terasah. Akhirnya, menulis bukanlah sebagai sebuah beban, tetapi menjadi hal yang menantang dan menggairahkan. Selamat mencoba…. !

Muhammad Sahli
Yogyakarta, 28 Desember 2023

Bagikan ke :

Leave a Comment