Peliknya Tradisi Pernikahan di Kampung Mandala
Acara pernikahan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dalam menikahkan salah satu pasangan yang dikemas dengan berbagai kegiatan. Deretan acara dalam acara pernikahan sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat.
Namun jika melihat rentetan kegiatan dalam tradisi pernikahan di kalangan Masyarakat Mandala Desa Gadu Barat dan masyarakat Mandala Desa Ketawang Karay begitu panjang dan pelik, bahkan tradisi ini merepotkan dan tak jarang menghabiskan biaya banyak. Biaya yang harus dikeluarkan ada yang sampai kisaran 50 juta.
Penyelenggara atau Sohibul hajat pernikahan juga biasanya akan mengundang keluarga dekat dan tetangga untuk tujuan salametan bagi kedua mempelai dengan jumlah undangan yang tak sedikit, bukan hanya puluhan undangan, ada yang sampai ratusan.
Maka dengan jumlah undangan seperti itu, makanan yang harus dihidangkan juga tak sedikit, makanannya beragam, mulai dari kuenya yang minimal macam tiga, lauknya empat macam termasuk daging sapi. Melihat hal tersebut, biaya yang harus dikeluarkan Sohibul hajat untuk keperluanan makanan acara juga banyak.
Tak sampai di situ, Sohibul hajat biasanya mesti membawa seserahan yang dibawa ke kediaman calon besan atau masyarakat Mandala mengistilahkannya dengan kegiatan lamaran. Seserahan lamaran yang dibawa pihak pengantin pria biasanya berupa pakaian, make up pengantin perempuan, kue, perabotan rumah tangga dan sejenisnya, termasuk juga majar di dalamnya. Seserahan ini juga menghabiskan biaya banyak yang harus dikeluarkan.
Sementara untuk acara resepsi, biasanya tamu undangan akan membawa barang bawaan berupa beras 1 gantang, bahkan ada yang sampai membawa hingga 5 gantang atau barang bawaan dengan harga serupa seperti rokok, gula, kopi dan sebagainya. Ini akan dicatat ompangan atau dinilai hutang yang suatu saat harus dikembalikan oleh Sohibul hajat ketika tamu tersebut juga menyelenggarakan acara pernikahan.
Hal ini menjadi problem atau masalah pelik karena Sohibul hajat pasca acara pernikahan masih harus sibuk dan memiliki tanggungan karena masih harus melunasi hutang sebab banyak tamu yang membawa ompangan. Semakin banyak tamu undangan membawa ompangan, maka makin banyak pula hutang Sohibul hajat pasca acara pernikahan.
Sementara untuk kepantiaan acara pernikahan juga banyak karena persiapan dan pelaksanaan acara pernikahan yang besar itu membutuhkan banyak tenaga. Seperti menyiapkan makanan dan tempat mulai jauh jauh hari. Saat pelaksanaan pernikahan karena tamunya banyak, maka panitia untuk melayaninya juga harus bergotong royong.
Sisi kurang baik dari banyaknya tamu undangan adalah panitia yang akan melayani biasanya akan kewalahan, hal ini tampak pada persiapan makanan, sering tamu undangan menunggu begitu lama sebab makanannya terlambat dihidangkan karena belum masak.
Melihat tradisi dalam kegiatan pernikahan di masyarakat Mandala tersebut, terlihat begitu pelik dan merepotkan Sohibul hajat. Bahkan menurut beberapa masyarakat Mandala, ada Sohibul hajat yang sampai berhutang untuk menyelenggarakan acara pernikahan untuk anaknya.
Fenomena ini seyogyanya jangan dianggap sebagai sebuah keharusan, sebab Nabi Muhammad SAW mengajarkan konsep keserdahaan dalam menyelenggarakan acara pernikahan atau walimah seperti sabdanya beliau Aulim wa laj bisyah (lakukanlah walimah walau hanya dengan seekor kambing). Ini bisa diinterpretasikan bahwa acara pernikahan tak harus dilaksanakan dengan acara besar seperti tradisi pernikahan masyarakat era sekarang yng terjadi pergeseran nilai.
Jadi bagi Sohibul hajat yang kurang mampu, laksanakan dengan semampunya saja. Tradisi yang kurang relevan seyogyanya tidak harus dilaksanakan.
Artikel ini dibuat Ramadhani mahasiswa angkatan 20 prodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) STIDAR. Isi artikel ini merupakan hasil wawancara dengan beberapa masyarakat di Kampung Mandala Desa Gadu Barat dan kampung Mandala Desa Ketawang Karay.
Artikel ini masih banyak kekurangan, maka penulis tetap membuka tangan apabila dari pembaca terdapat kritikan atau saran demi penyempurnaan tulisan ini. Diskursus tentang tradisi acara pernikahan ini akan penulis bahas dalam tulisan selanjutnya yang mengandung tema sisi negatif dan nilai-nilai dalam tradisi pernikahan di Kampung Mandala.