Rokatan di Kampung Mandala, Tradisi Mengharap Keselamatan dan Keberkahan
Masyarakat Mandala Desa Gadu Barat punya tradisi tersendiri dalam mengharap keselamatan dan keberkahan, baik untuk dirinya sendiri atau dengan seluruh keluarga. Kebiasaan tersebut adalah Rokatan.
Jika ditelusuri, Rokatan berasal dari bahasa arab Barokatan yang artinya berkah. Rokatan adalah kebiasaan masyarakat untuk mengharap keberkahan dengan cara menyelenggarakan makan dan doa bersama yang diadakan di bulan Muharram atau masyarakat Mandala menyebutnya bulan Sora. Biasanya masyarakat paling banyak mengadakan rokatan di tanggal pertama bulan tersebut.
Makanan yang disuguhkan dalam tradisi rokat adalah nasi dan daging ayam yang disambelih sendiri. Kalau dulu, syarat ayam yang akan disambelih adalah ayam putih yang mempunyai 3 macam warna bulu. Alasan memilih ayam putih bulu tiga adalah sebagai sebuah simbol tiga elemen yang harus dimiliki oleh seorang muslim, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Untuk rokat pakarangan (rokat tempat tinggal) ritual yang dilakukan sebelumnya adalah menyembelih ayam. Sohibul hajat atau yang menyelenggarakan rokat terlebih dahulu menggali tanah halaman rumah hingga membentuk lubang. Lubang tersebut nanti kegunaanya untuk menampung darah dan bulu ayam yang disambelih. Konon katanya yang dilubangi bukan di halaman rumah, melainkan di bawah pintu rumah, tujuannya agar hal-hal buruk tidak masuk rumah.
Setelah daging ayam dibersihkan, lalu dimasak yang nantinya dihidangkan bersama nasi atau ketupat (topa’ lobar ben topa’ sango) di depan orang orang yang melakukan rokat. Selain itu, dulu orang akan buat racikan yang terdiri dari buah pinang muda sebanyak 3 atau 7 buah, jarango,serta bawang putih yang ditumbuk bersama lalu diperas hingga mengeluarkan air. Air perasan dicampur dengan air kelapa yang nantinya diletakkan di depan orang yang melakukan rokat, nanti ditiup secara bergiliran.
Adapun bacaan yang dibaca adalah surat Yasin dan beberapa bacaan lainnya yang dipungkasi dengan pembacaan doa khusus rokat.
Setelah acara Rokatan, air perasan racikan tersebut dicipratkan (ekettesagi) di setiap sudut pekarangan rumah untuk mengharap keselamatan dari marabahaya yang akan masuk. Sementara tulang belulang daging ayam yang dimakan diletakkan di dalam lubang yang digali sebelumnya, lalu ditibun dengan tanah. Bahkan mitosnya, jika tulang belulang ayam Rokatan tidak ditimbun, terus tulangnya keinjak kaki, maka akan menjadi luka parah atau orang Mandala menyebutnya moroh.
Konon sebelum modern seperti sekarang, hidangan rokat biasanya adalah nasi ketela (nase’ sabrang) dan ayam yang disembelih pun juga kecil karena kondisi ekonomi masyarakat Mandala dulu memang serba kekurangan. Meski ia kurang mampu, tetap melaksanakan rokat dari saking menganggap penting melakukan rokat.
Menurut masyarakat Mandala, tradisi rokat pakarangan dilakukan untuk mengharap keselamatan, panjang umur bagi pemilik rumah dan sekeluarga, serta keberkahan.
Alasan rokat pekarangan dilaksanakan di bulan Sora karena bulan Sora (Muharrom) adalah tampan taon (tahun baru dalam tahun Islam). Pada bulan ini banyak hal hal yang kurang baik masuk seperti sihir dan sebagainya. Rokat ini sebagai penangkalnya, jika ada orang yang berniat kurang baik pada penghuni rumah, kalau sudah melaksanakan rokat maka ia hanya akan menjadi bersin dan batuk saja, sihir tidak akan masuk ke dalam tubuh.
Selain rokat pakarangan (tempat tinggal), rokat juga dilaksanakan setelah ada salah satu keluarga yang meninggal, biasanya akan dilakukan rokat pasca 7 hari meninggal. Perbendaannya dengan rokat pakarangan, kalau rokat setelah ditinggal wafat tak usa mengubur tulang belulang ayam seperti rokat pakarangan.
Tujuan dilakukan rokat setelah salah satu keluarga wafat adalah doa dan pengharapan keluarga sohibul musibah kepada Allah agar keluarga yang ditinggal cepat sembuh dari luka akibat ditinggalkan serta dipermudah urusannya seperti ekonomi dan lainnya. Kata orang dulu, jika seseorang wafat di akhir bulan, biasanya beberapa waktu, keluarga yang ditinggal akan kesulitan dalam urusan ekonomi, namun itu hanya opini masyarakat Mandala zaman dulu. Kalau masyarakat sekarang tetap percaya bahwa Allah yang akan mengatur rezeki untuk hambanya.
Orang dulu juga mengatakan bahwa ketika ada salah satu orang yang meninggal dalam sebuah tempat tinggal, maka tanah yang ia tempati rumah tersebut juga berduka. Makanya diadakan rokat (“Pakarangan Mun bde se kapatean gerring”).
Kegiatan rokat ini penting dilaksanakan dan tetap dilestarikan karena mengandung nilai-nilai positif serta ajaran agama juga, seperti ada kegiatan sedekahnya, doa bersama, dan banyak nilai kebersamaannya.
Esai ini dibuat oleh Ramadhani mahasiswa angkatan 2020 prodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) STIDAR. Ia juga merupakan salah satu kader PMII Asy’ariyah STIDAR Cabang Sumenep.